Dampak
dari krisis global ekonomi sampai saat ini masih terus terasa.
Pengaruhnya terhadap cara hidup luar biasa besarnya. Kalangan atas
berguguran, kalangan menengah ke bawah pontang-panting. Kerusakan yang
ditimbulkannya tidak dapat diragukan lagi.
Pada tahun 1929 pernah terjadi ‘depresi ekonomi global'. Wall Street
menukik tajam tak terkendali. Surat saham tak lebih nilainya seperti
kertas biasa. Saat itu General Motor terpaksa mem-PHK separuh dari
92.829 karyawannya. Perusahaan besar maupun kecil bangkrut. Jutaan orang
menjadi pengangguran. Jutaan orang kelaparan. Daya beli turun bersama
harga dan lowongan pekerjaan.
Kondisi
badannya sering sakit-sakitan akibat gizi yang kurang di masa
kanak-kanak, ditambah lagi dengan kerja selama 18 jam sehari, 7 hari
seminggu selama 12 tahun merintis usahanya. Hanya semangat hiduplah yang
membuatnya masih bernafas. Dengan punggung bersandar ke tembok rumah,
Matsushita mendengarkan laporan tentang kondisi perekonomian yang terus
memburuk ketika manajemennya datang menjenguk. Lalu bagaimana
tanggapannya?
"Kurangi
produksi separuhnya, tetapi JANGAN mem-PHK karyawan. Kita akan
mengurangi produksi bukan dengan merumahkan pekerja, tetapi dengan
meminta mereka untuk bekerja di pabrik hanya setengah hari. Kita akan
terus membayar upah seperti yang mereka terima sekarang, tetapi kita
akan menghapus semua hari libur. Kita akan meminta semua pekerja untuk
bekerja sebaik mungkin dan berusaha menjual semua barang yang ada di
gudang."
Perintah
ini bagi anak buahnya sama anehnya dengan depresi ekonomi itu sendiri.
Dalam situasi begitu, sangatlah masuk akal jika perusahaan mem-PHK
karyawan demi efisiensi. Namun Matsushita karena keyakinannya pada sang
kebajikan sudah mantap, ia memikirkan kelangsungan hidup anak dan istri
dari para karyawannya, dan ia berhasil menghasilkan terobosan yang
manusiawi pada masa depresi ekonomi tersebut. Kebajikan Matsushita
terhadap karyawannya mendapatkan hasil yang manis 16 tahun kemudian.
Hasil itu didapatkannya dari para karyawan yang pernah ditolongnya. Ia
menuai buah kebajikannya sendiri.
Ketika
Perang Kedua II berakhir, Jendral Douglas McArthur yang mengendalikan
Jepang menangkapi semua pengusaha Jepang untuk diadili karena
keterlibatan mereka selama perang. Pada kurun waktu 1930-an, para
pengusaha Jepang termasuk Matsushita mendapatkan tekanan rezim militer
Jepang saat itu untuk memproduksi senjata dan logistik militer lainnya.
Maka Matsushita pun ikut ditangkap.
Sekitar
15.000 pekerja bersama keluarganya membubuhkan tanda tangan petisi
pembelaan untuk Matsushita!!! Jendral McArthur pun tercengang oleh
petisi tersebut dan akhirnya membebaskan Matsushita. Tidak ada pemilik
usaha dan pimpinan industri sebelum perang dunia kedua yang diizinkan
McArthur kembali ke pekerjaannya kecuali Matsushita.
Demikianlah
Matsushita dapat terus memimpin perusahaannya sampai menjadi raksasa
elektronik dunia, dan baru pensiun pada tahun 1989 pada usia 94 tahun.
Ketika Matsushita meninggal tahun 1990, bukan cuma para pebisnis yang
berduka cita, Presiden Amerika Serikat saat itu, George Bush senior pun
turut berduka.
Matsushita
berhasil membangun dirinya melewati ambang batas pengusaha yang umumnya
selalu lapar duit dan haus fulus serta menjadi pribadi yang humanis dan
filsuf yang sangat peduli terhadap kemanusiaan. Bagi Matsushita, uang
bukanlah tujuan. Meskipun ia membutuhkan uang tetapi uang bukanlah
segala-galanya. Baginya, uang adalah sarana untuk melakukan kebajikan.
Itulah
sebabnya Matsushita tidak pernah menggigit orang, main curang atau
merebut jatah orang lain. Matsushita yakin bahwa kalau kita tidak jahat
dan terus berbuat baik maka kejahatan akan menjauhi kita dan kebaikan
akan melindungi kita. Bagaimana dengan kita? Sudah cukup baikkah kita
hari ini?
As long as we have memories, yesterday remains...
As long as we have hope, tomorrow awaits...
As long as we have friendship, each day is never a waste.
Sumber : Motivasi Keeboo.Corp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar