Ada
cerita mengenai seorang pejalan kaki yang mengadakan perjalanan dimalam
bersalju yang tebal dan dingin dibawah nol derajat di New England. Ia
sudah begitu lelah dan tahu kakinya sudah beku. Dan ia merasa tidak
dapat bergerak lebih jauh lagi. Hatinya mulai tergoda untuk menyerah dan
ingin berbaring di atas salju. Tapi ia sadar itu berarti kematian.
Sementara ia terus berjuang dan berjalan di atas salju, kakinya
terantuk pada sebuah gundukan. Dan ternyata gundukan itu adalah tubuh
seseorang. Ia membalikkan tubuh orang itu dan melihat bahwa orang itu
masih hidup.
Hatinya bergumul antara ditinggal atau ditolong. Ia merasa
tenaganya sendiri saja seperti tinggal menunggu ajal. Ia merasa tidak
mungkin menolongnya. Karena ia sendiri sedang berjuang untuk hidup.
Tapi
tiba-tiba rasa belas kasihan mulai berkobar dalam dirinya. Dan ia
merasakan ada sesuatu yang bergejolak yang memberi semangat baru untuk
hidup bagi dirinya dan bagi orang yang ditolongnya. Ia mulai berbicara
padanya dan mencoba untuk menggosok kaki tangan orang itu. Ia angkat
orang itu dengan sisa tenaganya. Mulai berjalan berjuang menempuh jalan
bersalju sambil membopong orang itu. Tidak lama kemudian ia menjadi
berkeringat ia merasakan aliran darahnya mulai mengalir kembali pada
anggota tubuhnya. Di kejauhan ia melihat cahaya dan ia maju terus
mendekati cahaya itu. Dan akhirnya jatuh rebah tepat di depan pintu
rumah orang itu.
Rumah
itu adalah milik seorang petani bersama istrinya dan mereka menyeret dua
tubuh laki-laki setengah kaku itu. Membawanya ke tempat perapian dan
menghangatkannya. Memberikan makanan dan minuman hangat dan tempat
tidur. Orang yang ditolong mengucapkan terima kasih kepada penolongnya
karena telah menyelamatkan jiwanya. Pejalan kaki dari New England ini
berkata,”Saya pun senang bertemu dengan anda. Oleh karena telah menolong
hidup anda sebenarnya saya juga menyelamatkan hidup saya sendiri.
Karena tadinya saya juga sebenarnya mau menyerah.”
Setiap
usaha dan tugas yang dibuat untuk orang lain sebenarnya justru juga
untuk mendatangkan keuntungan bagi diri kita sendiri. Kalau kita melukai
orang lain maka sebenarnya kita juga melukai diri kita sendiri. Setiap
kita memberkati orang lain, maka kita juga memberkati diri kita sendiri.
Setiap kata simpati yang diucapkan pada orang yang berduka, sering juga
melepaskan simpati pada diri kita sendiri.
Sebuah
artikel mengatakan bahwa kesukaan berbuat baik pada orang lain memberi
cahaya pada perasaan-perasaan yang memancar melalui syaraf, mempercepat
sirkulasi darah dan mendukung mental bahkan kesehatan tubuh. Maka dari
itu marilah kita belajar berhikmat dan bijaksana dengan melihat
kebutuhan-kebutuhan orang lain. Karena kita akan dibuat antusias dan
bergairah dalam hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar